Rabu, 14 Desember 2011

ATRESIA ANI

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. (purwanto. 2001)

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. ( agung hidayat. 2009 )

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. 2002)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 2003).

2.2. Klasifikasi

Menurut (Wong, Whaley. 1985) atresia ani dibagi menjadi :

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.

2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

Berdasarkan letak dari artesia ani dan untuk memudahkan proses pembedahan atresia ani dibedakan menjadi 3 : ( menurut buku UPF ilmu bedah. 1997)

1. Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

2. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

3. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

2.3. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor (harnawati. 2010), antara lain:

  1. Secara pasti belum diketahui.
  2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
  3. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
  4. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
  5. Pasangan suami istri yang karier gen tersebut berpeluang 25% untuk terjadi lagi malformasi pada kehamilan berikutnya. Sepertiga dari bayi yang memiliki syndrome genetis, abnormalitas kromosom, atau kelainan konginetal lain, juga mempunyai malformasi anorektal.

2.4. Patofisiologi ( Agung Hidayat. 2009)

1) Anus dan rectum, berkembang dari embrionik bagian belakang, ujung ekor dari bagian belakang berkembang jadi kloaka yang merupakan egenito urinary dan struktur anorectal.

2) Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorectal.

3) Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kotor antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal.

4) Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.

5) Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.

2.5. Manifestasi Klinis ( Betz. Ed 7. 2002 )

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7. Perut kembung.

8. gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum,Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:

1. Perut kembung

2. Muntah (cairan muntahan berwarna hijau karena cairan empedu atau berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium

3. Tidak bisa buang air besar dan kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir

4. Tidak ada atau stenosis kanal rectal

5. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan

6. Adanya membrane anal dan fistula eksternal pada perineum

2.6. Pemeriksaan Penunjang (Brunner & Suddarth. 2002)

a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.

b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

2.7. Penatalaksanaan Medis

a. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi.

b. Pengobatan

1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)

2.8. Komplikasi ( UPF Ilmu Bedah. 1994)

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

a. Obstruksi

b. Perforasi

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

d. Komplikasi jangka panjang.

· Eversi mukosa anal

· Stenosis

e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

f. Inkontinensia (akibat stenosis awal )

g. Prolaps mukosa anorektal.

h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

i. Sepsis

2.9. Pathway

Pada masa embrionik anus berkembang dari ujung ekor kebagian nelakang

¯

Penyempitan (genito urinary dan struktur anorektal)

¯

Penyempitan kanal anorektal (stenosis)

¯

Kegagalan agresi saraf, abnormalitas uretra dan vagina.

¯

Kegagalan migrasi dan struktur kolon.

¯

¯

Kegagalan migrasi dan struktur kolon.

¯

Tida ada pembukaan usus besar yang keluar anus.

Peristaltic meningkat

Perut membuncit

Gangguan rasa nyaman

Perubahan pada eliminasi BAB

Operasi colostomy anus praeter

Kerusakan integritas kulit

Resiko infeksi

¯

Fecal tidak keluar (Obstruksi)

Muntah berwarna hijau

- Nutrisi

- Cairan

- Aspirasi

Kembung

Gangguan rasa nyaman


BAB III

KONSEP ASKEP

3.1. Pengkajian.

1) Identitas Klien.

1) Terjadi pada bayi baru lahir.

2) Atresia ani imperforata terjadi pada satu dari 1500 – 5000 kelahiran hidup.

3) Anus imperforata sama banyaknya baik pada laki-laki maupun perempuan

2) Keluhan Utama.

Mekonium tidak bisa keluar.

3) Riwayat Penyakit Sekarang.

Mekonium tidak bisa keluar dalam 24 – 48 jam pertama setelah lahir, perut kembung, muntah berwarna hijau, dan nyeri abdomen, disertai distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi (bila tidak ada fistula) atau hasil pemeriksaan, bayi baru lahir dengan test anorectal tidak bisa masuk.

4) Riwayat Penyakit Dahulu.

Antenatal care : factor predisposisi : kemungkinan ibu hamil pernah mengkonsumsi jamu dan obat-obatan.

5) Keluhan Nutrisi

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.

6) Kebutuhan Eliminasi.

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi

7) Pemeriksaan.

1) Pemeriksaan Fisik.

Bila pemeriksaan dilakukan segera setelah bayi lahir secara spesifik dengan termometer tidak bisa masuk rectal.

2) Pemeriksaan lanjutan.

(1) Distensi abdomen, menonjol, kembung, nyeri abdomen, masa pelvis teraba.

(2) Anus, ujung rectum buntu, bila anus terlihat normal penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perinium.

(3) Vagina terdapat mekonium (pada bayi dengan fistula urogenital).

3.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pad klien dengan atresia ani adalah ( Doenges, Marilynn E.2001)

Diagnosa keperawatan pre operasi.

1) Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah.

2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d muntah, puasa.

3) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kembung dan perut membuncit (distensi abdomen).

4) Resiko aspirasi b/d muntah.

5) Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurang informasi tentang penyakit.

6) Perubahan eliminasi BAB b/d fecal tidak keluar (obstruksi).

1) Diagnosa keperawatan post operasi.

1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d post anastesi.

2) Resiko gangguan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, ketidak mampuan mentoleransi peroral.

3) Gangguan eliminasi b/d perubahan defekasi melalui kolostomi.

4) Nyeri b/d insisi pembedahan.

5) Resiko gangguan integritas kulit b/d tindakan pembedahan, sering defekasi.

6) Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang perawatan kolostomi dirumah.

Intervensi.

3.3. Rencana Keperawatan

1) Diagnosa Pre Operasi.

Diagnosa Keperawatan I.

Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh erpenuhi.

Kriteria hasil :

(1) Tidak mengalami dehidrasi

(2) UUB (< 2 tahun) datar.

(3) Mata tidak cowong.

(4) Bibir lembab.

(5) Turgor kembali dalam 1 detik.

(6) BB kembali seperti semula.

(7) Urine 1 – 2 cc/kg BB/hr.

Intervensi :

(1) Monitor tanda-tanda dehidrasi.

R/ Menunjuk status dehidrasi atau kemungkinan untuk peningkatan penggantian cairan.

(2) Monitor cairan yang msuk dan keluar.

R/ Memberikan indikator langsung keseimbangan cairan.

(3) Monitor BB

R/ Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan metabolik.

(4) Berikan cairan sesuai kebutuhan dan program terapi.

R/ Dapat diperlukan untuk mempertahankan perfusi jaringan adekuat atau fungsi organ.

Diagnosa Keperawatan II.

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d muntah, puasa.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :

(1) Klien tidak muntah.

(2) Menkonsumsi nutrisi sesuai kebutuhan.

(3) Tidak terjadi penurunan BB.

Intervensi

(1) Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

R/ Menambah kebutuhan komponen yang keluar dan mencegah status katabolisme.

(2) Pantau pemasukan makanan selama perawatan.

R/ Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal atau dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi.

(3) Timbang berat badan tiap hari.

R/ Kehilangan atau peningkatan dini meninjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defecit nutrisi.

Diagnosa Keperawatan III.

Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kembung dan perut membuncit (distensi abdomen).

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi.

Kriteria hasil :

(1) Tidak kembung

(2) Bising usus 5 – 35 x/menit.

(3) Tidak rewel

Intervensi :

(1) Pertahankan status puasa.

R/ Menurunkan ketidak nyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster atau muntah.

(2) Auskultasi bising usus, catat bunyi tidak ada atau hiperaktif.

R/ Menentukan kembalinya peristaltik usus.

(3) Ukur lingkar aobdomen.

R/ Memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster atau usus dan atau akumulasi cairan.

2) Diagnosa Post Operasi.

Diagnosa Keperawatan I.

Ketidak efektifan jalan nafas b/d post anastesi.

Tujuan : Jalan nafas efektif.

Kriteria hasil :

(1) Respirasi normal.

(2) Bunyi nafas bersih.

(3) Suara nafas vesikuler.

Intervensi :

(1) Pertahankan status puasa

R/ Istirahat usus menurunkan peristaltik dimana menyebabkan malabsorbsi atau kehilangan nutrien.

(2) Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati.

R/ Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya mukus atau sekret dalam tenggorokan atau trakea.

(3) Berikan oksigen sesuai kebutuhan ® sesuai advise.

R/ Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas.

(4) Monitor sistem pernafasan tiap jam.

R/ Dilakukan untuk memastikan efektifitas perbafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.

(5) Atur posisi tidur klien.

R/ Sokong tangan atau bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

Diagnosa Keperawatan II.

Gangguan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak kuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil :

1. Dapat mentoleransi diit sesuai kebutuhan secara parenteral atau peroral.

Intervensi :

(1) Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

R/ Menambah kebutuhan komponen yang keluar dan mencegah status katabolisme.

(2) Observasi dan catat secara adekuat intake dan out put.

R/ Pengamatan yang akurat dapat menentukan tindakan selanjutnya terutama dalam penentuan diit yang disesuaikan dengan kebutuhan.

(3) Kaji dan catat tanda atau gejala adanya perubahan nutrisi tiap 4 jam.

R/ Adanya tanda-tanda perubahan nutrisi yang kurang menunjukkan intake yang tidak adekuat.

(4) Timbang BB tiap hari.

R/ Kehilangan atau peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defisit cairan.

Diagnosa Keperawatan III.

Gangguan eliminasi b/d perubahan defekasi melalui kolostomi.

Tujuan : Kebutuhan eliminasi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

(1) Mekonium atau feces bisa keluar lewat anus buatan dengan lancar.

(2) Konsistensi lembek.

Intervensi :

(1) Selidiki perlambatan awitan atau tidak adanya kesuaraan auskultasi bising usus.

R/ Kolostomi atau dinamik pasca operasi biasanya membaik dalam 48 – 71 jam perlambatan dapat menandakan ileus atau obstruksi statis menetap yang dapat terjadi pasca operasi karena edema.

(2) Informasikan pasien dengan kolostomi bahwa pada awalnya keluaran cairan cair.

R/ Usus halus mulai melakukan fungsi absorbsi air.

(3) Tinjau ulang pola diit dan jumlah nutrisi melalui parenteral menentukan keluaran mekonium.

R/ Masukan adekuat dan nutrisi melalui parenteral menentukan keluaran mekonium.

3.4.Implementasi

Pada tahap pelaksanaan merupakan kelajutan dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan dengan lanjut untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal, pelaksanaan tindakan keperawatan pada prinsipnya adalah :

1) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh

2) Mempertahankan kebutuhan nutrsisi tetap tercukupi.

3) Memenuhi kebutuhan rasa nyaman.

4) Mencegah terjadinya aspirasi.

5) Mengatasi masalah eliminasi BAB.

6) Mempertahankan ketidak efektifan bersihan jalan nafas.

7) Mempertahankan integritas kulit.

8) Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan dirumah dan kebutuhan evaluasi.

3.5.Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan menyangkut pengumpulan dan obyektif dan subyektif yang dapat menunjang, masalah apa yang terselesaikan apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru.

Daftar Pustaka

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. (2002)Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8 Vol 2,Jakarta EGC.

LPF/UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Soetomo. 1994. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI. Surabaya

Doenges, Marilynn E.2001.Rencana perawatan maternal/Bayi:pedoman perencanaan & dokumentasi perawatan klien;alih bahasa, monica ester,Ed.2.Jakarta:EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Hidayat,Agung . 2009. http//Askep Atresia Ani Pada Anak « Hidayat2's Blog.com

yang diakses pada tanggal 29 Mei 2011 pada pukul 09.45

harnawati. 2010. Http//Atresia Ani « Ilmu Bedah.com

Yang diakses pada tanggal 29 Mei 2011 pada pukul 10.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar